Senin, 07 Desember 2009

cerpen dewasa

Hari ini, mungkin adalah hari seperti 2 tahun yang lalu. Hari dimana aku mulai merasa takut sekali akan sesuatu, dimana aku aku tak mengira hal ini akan terjadi padaku, hari dimana aku merasa tak berdaya. Waktu itu aku merasa terkejut sekali, aku merasakan tiba-tiba lidahku menjadi kaku, keringat dingin mulai keluar dan menyebar ke seluruh tubuh, aku merasa otak yang tiap hari aku asah ini mulai tumpul, dan aku juga merasa lautan pengetahuanku mulai mengering. Dan untuk pertama kalinya aku tak berdaya. Di kelas aku terkenal sebagai mahasiswa yang selalu tidak puas akan kuliah-kuliah yang di sampaikan oleh para dosenku. Aku selalu bertanya dan bertanya setelah atau di tengah-tengah dosen memberikan materi kuliahnya. Kebanyakan dari para dosen yang pernah mengajarku menyambut positif sikap kritisku itu, dan banyak juga yang memujiku sebagai mahasiswa yang aktif karna aku sering berdiskusi dengan mereka di luar jam mata kuliah, dan hal itu seiring dengan indeks prestasiku yang menanjak tiap semesternya. Aku merasa ada di atas angin di fakultas tempat dimana aku menimba ilmu. Lama- kelamaan perasaan itu muncul, perasaan dimana aku merasa lebih dari teman-teman yang lain, dan juga perasaan dimana bila aku di depan para dosen aku harus terlihat lebih dari temanku yang lain. Waktu demi waktu perasaan itu mulai menjadi-jadi dan semakin menggila. Aku sudah mencapai taraf dimana aku menjatuhkan nama teman-temanku di depan para dosen terlebih pada saat presentasi. Dan hal itu selalu terjadi pada setiap presentasi, dimana pertanyaan-pertanyaanku membuat mereka benar-benar ’terkapar’ didalam kelas, di depan dosen. Suatu hari aku berbincang-bincang dengan salah seorang dosenku, aku merasa beliau agak tidak suka dengan ’sikap kritisku’ terhadap temanku-temanku itu. ”Adit, bapak sangat mendukung sikapmu itu tapi kamu jangan terlalu kepada teman-teman kamu itu” kata dosenku ”Maksud bapak apa?” ”Pada saat kamu presentasi beberapa waktu lalu, kamu membuat teman-teman kamu seperti kehilangan muka di depan kelas, kamu seharusnya lihat situasi dan kondisinya, jangan kamu bersikap berlebihan seperti itu.” ”Saya merasa bahwa kuliah adalah sebuah kompetisi pak, dimana antara yang satu dan yang lain harus menunujukkan bahwa merekalah yang terbaik, walau begitu kita tetap berteman di luar kelas, saya merasa kita sudah sama-sama dewasa pak!” jawabku. Dan beberapa saat sebelum presentasi dimulai aku pernah di datangi oleh seorang temanku, dia memintaku untuk tidak bertanya apapun saat dia presentasi nanti ” Adit, aku nanti akan presentasi filsafat hukum, kau tahu-kan kalau dosennya sulit kasih nilai bagus, jadi aku mohon kamu jangan tanya apa-apa karna kamu tahu kan kalau presentasi ini mempunyai nilai yang di perhitungkan oleh beliau.” kata Angga ”Oke!” jawabku. Namun aku juga tidak bisa diam seperti itu saja, karna seperti prinsipku bahwa aku harus mendapat simpati lebih, apalagi dosen filsfat hukum itu sulit untuk memberi nilai bagus. Dan hal itu terjadi, aku menghabisinya pada saat presentasi. Dan aku mendapat simpati dari dosen tersebut. ”Kamu adit ya?” tanya dosenku saat aku mau meninggalkan kelas ”Ya pak, ada apa?” ”Bapak tadi lihat kamu aktif di kelas, sepertinya kamu sangat antusias dengan kuliah bapak tadi” ”Tidak pak, saya selalu menganggap bahwa semua mata kuliah itu penting dan saya memang selalu seperti itu pak kalau ada diskusi, saya kan juga sering bertanya kepada bapak di kelas.” jawabku ”Kapan kamu presentasi?” tanya beliau ”Minggu depan pak” ”Bapak harap kamu menunjukkan yang terbaik, karna bapak yakin kamu bisa” Seminggu setelah itu adalah hari dimana aku harus maju untuk presentasi mata kuliah filsafat hukum, aku telah menyiapkan makalah dengan sebaik mungkin dan aku merasa sangat amat siap untuk presentasi. Dengan semangat dan kepercayaan yang tinggi aku maju dan mengambil kursi depan untuk tempat aku duduk di depan kelas guna mempresentasikan makalahku, dan aku berhasil mempresentasikan makalah dengan baik sekali, semua teori sudah kujelaskan secara baik sekali, dan aku merasa teman-temanku sebagian besar tidak mengerti apa yang aku presentasikan karna aku tahu mata kuliah ini bukanlah mata kuliah favorit, jadi mereka tidak akan belajar pada malam harinya. Dan aku merasa bahwa mereka tidak akan bertanya kepadaku, kalau-pun toh bertanya tidak akan jauh dari makalah dan hal itu bukan hal yang berat bagiku. Namun... tanpa aku duga ada yang mengangkat tangan saat termin tanya jawab aku buka, dan inilah awal aku mengalami sesuatu yang amat buruk yang mempengaruhi kuliahku 2 tahun kedepan, hingga detik ini. Orang itu adalah krisna, seorang yang tak pernah aku duga sebelumnya, seorang yang minggu lalu aku ’habisi’ dalam presentasinya.Tanpa kusadari dia bertanya tentang sesuatu yang berhubungan dengan teori dalam makalahku, dan teori itu lepas dariku karna aku melewatkan teori itu. Aku tidak bisa menjawabnya karna jika aku mengarang jawabannya maka ku akan jatuh didepan dosenku tersebut, dan jika tidak menjawab maka hal yang sama juga terjadi. Aku berada dalam dilema di depan kelas, aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, akupun hanya terdiam dan aku ’terkapar’ di depan kelas oleh seorang yang aku ’habisi’ minggu lalu dalam presentasinya. ”Jika kau berpikir kau lebih dari yang lain, kau salah Dit! Ingat pepatah bahwa air yang tenang itu menghanyutkan” kata krisna diluar kelas setelah kuliah selesai. Hari demi hari berlalu dengan kebisuanku di kelas, aku mulai tidak kritis lagi seperti yang dulu, aku tidak lagi bertanya apapun kepada dosen saat memberikan kuliahnya. Dan aku seperti mendapat karma, aku selalu takut saat maju untuk presentasi di depan kelas, aku selalu menjadi bulan-bulanan para temanku di depan kelas, seolah mereka ingin membalaskan dendamnya padaku. Aku mengalami trauma yang luar biasa, sebuah ketakutan yang menjadi-jadi saat aku presentasi di depan kelas, entah mengapa perasaan itu tumbuh dan menjadi-jadi setiap harinya. Aku merasa mempunyai sebuah penyakit yang baru yang menjagkitiku, dan penyakit itu bernama phobia sebuah sindrom ketakutan akan sesuatu, dan aku merasa amat takut sekali jika aku presentasi di depan kelas. Namun apa yang terjadi padaku hari ini, merupakan sebuah ’ujian’ dalam arti yang sebenarnya bagiku. Sekarang di depanku sudah 3 orang yang siap menguji skripsiku, entah bagaimana aku menyembunyikan penyakit ini, entah apa aku bisa menjawab setiap perkataan mereka atau tidak, atau malah aku hanya terdiam seperti halnya yang terjadi 2 tahun lalu, dimana penaykit itu menyebar melalui setiap aliran darahku.... aku tak tahu apa yang akan terjadi. Hanya Tuhan sekarang yang ku jadikan harapan terakhirku.......Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar